Mengenai Saya

Foto saya
aku ngga bisa nilai diri sendiri, cuma orang lain yang dapat nilai saya.......ok

Kamis, 24 September 2009

dampak merokok bagi kesehatan

Syamsuir, warga Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, kini tak bisa bicara lagi. Pasalnya, ia pernah terkena kanker pita suara. Sebabnya? Tak lain karena dia perokok berat selama 30 tahun. Satu hari tiga bungkus rokok ia sulut.

Syamsuir bekerja sebagai tukang reparasi jam. Penghasilannya tak seberapa. Jadi, untuk kebiasaan merokok ia nyaris menghabiskan sebagian besar penghasilannya. Akibatnya? Di lehernya kini terdapat lubang besar bekas operasi yang pernah dijalaninya. Dan, yang lebih ia sesali: suaranya pun menghilang.

Syamsuir adalah satu dari jutaan korban akibat merokok. Di Indonesia, 70 persen dari 60 juta perokok adalah mereka yang berasal dari golongan ekonomi menengah ke bawah. Artinya, sudah miskin, masih terjerat kebiasaan merokok yang menguras isi kantong.

Belum lagi sekitar 65,6 juta perempuan dan 43 juta anak-anak di Indonesia yang terpapar asap rokok. Mereka ini adalah perokok pasif dan rentan pula terkena bermacam penyakit akibat rokok, yakni bronkitis, paru-paru, kanker usus, kanker hati, stroke, dan berbagai penyakit lain.

Setiap tahun sekitar 200.000 kematian di Indonesia diakibatkan kebiasaan merokok. Sebanyak 25.000 korban adalah perokok pasif. Memang akibat rokok tak akan langsung muncul seketika. Dampaknya baru tampak setelah 25 tahun sejak seseorang pertama kali merokok.

Peneliti senior Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Sri Moertiningsih Adioetomo, pernah menyatakan, dari sebuah studi ditemukan bahwa biaya rawat inap pengidap penyakit akibat merokok mencapai Rp 2,9 triliun per tahun.

Indonesia memang hebat dalam hal konsumsi rokok. Bayangkan, kini Indonesia menduduki posisi ketiga di dunia setelah China dan India untuk urusan konsumsi rokok. Pemerintah Indonesia dinilai tidak memiliki kemauan politik untuk menangani persoalan rokok secara serius.

Bayangkan saja, Road Map Industri Rokok justru menargetkan penambahan konsumsi rokok. Pada tahun 2005 konsumsi rokok di Indonesia mencapai 220 miliar batang rokok. Pada Road Map Industri Rokok tahun 2015 ditargetkan konsumsi rokok meningkat menjadi 260 miliar batang.

Target 10 tahun meningkat 40 miliar batang. Sebanyak 40 miliar batang rokok dikonsumsi 10 juta perokok. Artinya, dalam 10 tahun direkrut 10 juta perokok baru. Bisa dikatakan dalam satu tahun ditarget 1 juta perokok baru atau 249 perokok baru per hari, kata Setyo Budiantoro dari Tobacco Control Support Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI).

Siapakah perokok-perokok baru itu? Tentu saja para remaja. Tak heran industri rokok tak segan membuang dana besar untuk belanja iklan. Baik iklan di televisi maupun di papan iklan jalanan. Mulai dari konser musik remaja hingga acara olahraga.

Gambar di bungkus rokok

rokok-1Melawan industri rokok dengan membalas memasang iklan bahaya rokok jelas tak mungkin. Jika ingin menyelamatkan bangsa, terutama generasi muda, yang paling masuk akal dan paling mungkin dilakukan adalah mengontrol industri rokok dan menerapkan aturan-aturan yang termaktub dalam Framework Convention on Tobacco Control.

Salah satunya adalah dengan memasang gambar-gambar penyakit akibat rokok di bungkus rokok. Bukan sekadar peringatan berukuran kecil dan nyaris diabaikan perokok karena tidak ada efek jera.

Pictorial graphic warning atau peringatan dengan gambar di bungkus rokok terbilang efektif. Efektif karena menjangkau segala lapisan, ada efek repetitif karena akan dilihat 5.800-7.000 kali per tahun oleh perokok yang merokok satu bungkus per hari.

Selain itu, pemerintah juga tidak perlu mengeluarkan biaya, gambarnya pun jelas, kuat, dan besar, lebih dari sejuta peringatan dengan kata-kata, kata Widyastuti Soerojo dari TCSC-IAKMI.

Peringatan dengan gambar terbukti efektif di beberapa negara, seperti di Kanada sebanyak 44 persen perokok ingin berhenti, 58 persen perokok mulai memikirkan bahaya konsumsi rokok, 35 persen perokok pengetahuannya akan bahaya rokok meningkat, dan 17 persen perokok menyembunyikan bungkusnya karena tidak ingin orang lain melihat gambar peringatan tersebut.

Di Singapura, 47 persen perokok menjadi lebih jarang merokok, 57 persen perokok mulai berpikir tentang dampak kesehatan, 71 persen perokok pengetahuannya meningkat, 25 persen perokok termotivasi untuk berhenti, 28 persen perokok mengurangi jumlah rokok yang diisap, 14 persen perokok tidak merokok di depan anak-anak, 12 persen perokok tidak merokok di depan perempuan hamil, dan 8 persen perokok mengurangi rokok ketika di rumah.

Di Thailand, 92 persen perokok ingin berhenti merokok, 62 persen perokok mengurangi rokok, 20 persen perokok mencoba berhenti merokok, dan 25 persen perokok tetap merokok dengan jumlah yang sama.

Di Brasil, 54 persen perokok berubah sikap tentang dampak merokok setelah melihat gambar di bungkus rokok dan 67 persen perokok ingin berhenti merokok. Dampak lebih besar pada kelompok pendidikan dan pendapatan rendah.

Yang memprihatinkan, rokok produksi Indonesia yang diekspor ke luar negeri, seperti Singapura, Thailand, Malaysia, dan Brunei, telah ditempeli gambar-gambar penyakit akibat rokok. Namun, rokok yang sama beredar di Indonesia tanpa ditempeli gambar-gambar penyakit akibat rokok.

Hal itu bisa diartikan, industri rokok patuh kepada pemerintah negeri tetangga. Jika demikian, kenapa tidak diberlakukan aturan yang sama untuk bungkus rokok yang beredar di Indonesia? Tidak ada alasan untuk tidak melaksanakan ketentuan internasional tersebut.

Awalnya memang sulit, tapi Pemerintah Hongkong akhirnya berhasil melaksanakan aturan-aturan internasional itu, kata Dr Homer dari Tobacco Control Legislation di Hongkong.

Berkaca dari pengalaman negeri tetangga, Pemerintah Indonesia sudah saatnya mulai mencicil melaksanakan aturan-aturan internasional tentang pengendalian dampak tembakau. Setidaknya, dengan memberlakukan peringatan dengan gambar di bungkus rokok.

(kompas.com, Jumat, 10 Juli 2009)

(Dilihat 36 kali)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar